Ditinjau
dari segi bahasa, ilmu adalah lawan kata dari jahl yang berartikan bodoh. Dalam
tinjauan Syaikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan “Ilmu
adalah mengetahui sesuatu dengan pengetahuan yang sebenarnya”. Sedangkan
menurut istilah adalah sesuatu yang jelas atau sebuah pengetahuan yang sudah
pasti.
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:"Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَثَلُ
مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ
الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا
نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ
وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ
اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا
طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ
كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي
اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا
وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ.
“Perumpamaan
petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya laksana hujan deras yang
menimpa tanah. Di antara tanah itu ada yang subur, ia menerima air lalu
menumpahkan tanaman dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah
kering yang menyimpan air. Lalu Allah member manusia manfaat darinya sehingga
mereka meminumnya, mengairi tanaman, dan berladang dengannya. Hujan itu juga
mengenai jenis (tanah yang) lain yaitu tandus. Itulah perumpamaan orang yabng
memahami agama Allah, lalu ia mendapatkan manfaat dari apa yang Allah mengutus
aku dengannya, maka ia berilmu dan mengajarkannya. Juga perumpamaan atas orang
yang tidak menaruh perhatian terhadapnya, dann tidak menerima petunjuk Allah
yang dengannya aku diutus”
Subhanallah
! begitu perhatiannya Islam meperhatikan ilmu, banyak dari Al-Qur’an, Hadist
serta qaul ulama’ yang menyanyjung akan kedudukan ilmu. Dengan ilmu pula
seorang akan mulia, memepunya kedudukan, serta mampunya cahaya yang akan
menuntunnya ke ajalan yang di ridhoi oleh Allah. Jika ditinjau dari berbagai
sisi, maka hakikat ilmu akan terasa begitu banyak sudut pandang dan haluan. Semua
yang berbentuk pengetahuan, wawasan akan di katana ilmu.
Imam al-Auza’
(wafat th.157) rahimahullah mengatakan :
العلم ما جاء عن
أصحاب محمد صلّى اللّه عليه وسلم و ما لم يجئ عن واحد منهم فلييس بعلم .
“Ilmu
adalah apa yang berasal dari para sahabat Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun yang datang bukan dari seseorang dari mereka, maka itu bukan ilmu”
Dari
perkataan Imam Al Auza’ dapat diartikan bahawasannya ilmu adalah apa-apa yang
didapatkan dari Nabi serta para sahabatnya, adapun yang bukan darinya maka itu
hanya wawasan. ketika seseorang memiliki ilmu sudah sewajarnya ketika ia
gunakan untuk tujuan mulia, tapi banyak di antara manusia yang mempunya ilmu
ada yang di amalkan, disembunyikan dsb.. dalam hal itu ada tingkatan-tingkan
ketika seorang berilmu.
Tingkatan ilmu
pada seserang ada enam tingkatan :
1.
Al-Ilmu : Yakni mengetahui sesuatu sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya dengan pengetahuan yang pasti.
2.
Al-Jahlu basith : Yakni tidak mengetahui sesuatu
sama sekali.
3.
Al-Jahlu
murakkab : Yakni mengetahui sesuatu
tidak sesuai dengan yang sebenarnya, dikatakan murakkab karena pada orang
tersebbut ada dua perihal sekaligus, yaitu bodoh karena tidak mengetahui
perihal yang sebenarnya dan bodoh karena beranggapan bahwa dirinya tahu padahal
sebenarnya ia tidak tahu.
4.
Azh-zhann : Yakni mengetahui sesuatu
yang kemungkinan benarnya lebih besar dari pada kesalahannya.
5.
Al-wahm : Yakni mengetahui sesuatu
dengan kemungkinan salah lebih besar dari pada kebenarannya.
6.
Asy-syakk : Yakni mengetahui sesuatu
yang kemungkinan benar atau salahnya sama.
Imam Mujahid
Bin Jabr (wafat th 104 H) rahmahullah mengatakan :
“Orang yang faqih adalah rang yang takut kepada Allah meskipun ilmunya sedikit. Dan orang yang bodoh adalah orang yang berbuat durhaka kepada Allah meskipun lmunya banyak.”
“Orang yang faqih adalah rang yang takut kepada Allah meskipun ilmunya sedikit. Dan orang yang bodoh adalah orang yang berbuat durhaka kepada Allah meskipun lmunya banyak.”
Banyak orang
yang mempunyai wawasan yang luas, cakupan keilmuannya setara dengan para
cindekiawan, tapi keilmuan mereka tidak berdampak apapun terhadap mereka,
meskipun mereka mengajarkan ilmu-ilmu mereka. Itu semua di karnakan apa yang
mereka miliki tidak membawa mereka kepada ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Imam Ibnu Rajab
(wafatth 795 H) rahimahullah mengatakan :
“ Ilmu yang paling utama adalah ilmu tafsir Al-Qur’an,”
“ Ilmu yang paling utama adalah ilmu tafsir Al-Qur’an,”
Imam Muhammad
Bin Idris Asy-Syafi”I (wafat th.204 H) rahimahullah mengatakan :
كلّ الملوم سوى
القراَن مشغلة،
إلاّ الحديث وإلاّ الفقه في
الدّين،
العلم ما كان
فيه قال حدّثنا،
ومال سوى ذاك وسواس الشّياطين.
“Seluruh ilmu selain Al-Qur’an hanyalah menyibukkan. Kecuali ilmu
hadist dan fiqih dalam rangka mendalami ilmu agama. Ilmu adalah yang tercantum
di dalamnya: ‘Qaalaa, haddatsanaa (telah menyapaikan hadits kepada kami. Adapun
selain itu hanyalah wawas (bisikan) syaitan.”
Beruntunglah
mereka yang mempunya kafaah keilmuan yang cukup digunakan untuk mencari
keridhoan Allah dan bias menjadi manfaat bagi orang lain karena sebaik-baik
manusia adalah yang mampu memberikan manfaat bagi orang lain. Alangkah indahnya
ketika seorang berilmu ilmunya adalah ilmu akhirat, dan juga kita menafikkan
seseorang yang mempunyai ilmu dunia. Sungguh kemulian hanya tertuju pada mereka
yang mempunya ilmu baik ilmu dunia ataupun akhirat yang mampu menggunakanya
untuk memajukan Islam dan Negara.
Wallahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar